- Membaca Buku itu Menakjubkan
“A book is device to light the imagination” – Alan Bennett.
Buku memang hampir selalu menghadirkan imajinasi di ruang berpikir saya. Salah satunya adalah The Lord of the Rings. Bukan sisi gelapnya yang hadir di dalam imajinasi saya, melainkan desa Bag End dan rumah-rumahnya. Saya berkhayal, saya berada di rumah Hobbit yang hangat dengan perabotan kayunya yang indah, sedang minum secangkir teh hangat. Ketika seorang teman mempunyai kesempatan mengunjungi desa Hobbiton dan baru balik ke tanah air, saya dengan antusias bertanya, “gimana, gimana..? Bagus ya? Liat dong foto-fotonya…” Si teman ini lalu memperlihatkan foto-foto desa dan rumah Hobbiton. Dia menunjuk pintu rumah Hobbit yang ikonik dan mengatakan sesuatu “perabotan Hobbit dan cangkir teh hangat itu hanya ada di negeri Hobbiton. Sedangkan yang di Selandia Baru ini engga ada …” Maksudnya, apa yang ada di balik pintu rumah Hobbit itu hanya ada di buku dan di film. Jangan menghayal Hobbiton alam nyata itu sama dengan alam fantasinya. Aku tertawa. Tapi terbersit juga perasaan sayang kenapa membuat rumah Hobbitnya tidak sekalian sampai ke dalam-dalamnya. Temanku nyeletuk, “kamu semangat banget menghayalnya, kebanyakan membaca…” Aku tertawa lagi.
Reading is wondrous. Membaca buku memang menakjubkan. - Pikiran Dalam Tulisan
…Katanya, ada banyak pikiran dalam benaknya sekarang seperti bintang di langit di atas jendela selnya pada malam hari. Sulit memahami semua bintang itu, sama sulitnya dengan mencurahkan semua emosinya dalam kata-kata..” The Red-Haired Woman – Orhan Pamuk
Pikiran saya juga penuh dengan hal-hal. Dan saya takjub dengan Orhan Pamuk yang dengan indahnya menggambarkan pikiran-pikiran dalam benak itu seperti bintang-bintang yang bertaburan di langit.
Dulu, semasa masih sekolah, saya bisa menuang bintang-bintang itu ke dalam tulisan, baik puisi maupun sebuah cerita. Namun, dengan berjalannya waktu dan semakin beranjaknya umur, kemampuan menulis itu malah menurun. Sampai di tingkatan yang saya tidak mau melihat kertas, pena, dan layar komputer. Blog saya yang terdahulu pun ditutup karena kesenyapan diri saya terhadap menulis. Yang tidak senyap itu adalah membaca. Saya patut bersyukur bahwa saya tidak pernah kehilangan minat membaca.
Lalu, tiba-tiba saja saya berada dalam satu komunitas orang-orang yang menuang bintang-bintang ke dalam tulisan. Orang-orang yang luar biasa. Orang-orang muda yang tidak hanya menulis di tengah kesibukan bekerja dan berkarya, tapi sudah lebih di tahap advance, yaitu melahirkan buku. Hebat. Saat itu juga saya merasa, tampaknya hanya saya saja yang tidak menulis apalagi melahirkan buku. Padahal menulis sebuah buku itu pernah menjadi cita-cita saya. Cita-cita yang tidak saya gantung di langit, di antara bintang-bintang …
- About Life and Death
LIFE is not a PARAGRAPH, and DEATH is no PARETHESIS – “The Girl on the Train” by Paula Hawkins